Kamis, 22 Januari 2009

Opo Pasela Manarinsing

(Lokasi jalan raya Manado-Bitung)







Antara lukisan Pangeran Diponegoro oleh Pieneman dan Raden Saleh

Intro:

Perang Jawa atau Java Oorlog yang dipimpin oleh Pangeran Diponegoro yang berlangsung selama 5 tahun, 1825-1830, merugikan pihak Belanda tidak kurang dari 15.000 tentara (sekitar 8.000 serdadu berkebangsaan Eropa dan 7.000 pribumi) dan dana 20 juta Gulden, juga korban sipil 200.000 orang Jawa. Konon setelah perang ini jumlah penduduk Yogyakarta menyusut separuhnya. Pihak kolonial Belanda sendiri menawarkan hadiah sebesar 50.000 Gulden bagi siapa saja yang bisa menangkap Pangeran Diponegoro.

Setahun sebelum berakhirnya perang Jawa, pemerintah kolonial Belanda mendatangkan bantuan pasukan dari Fort Amsterdam (Manado). Pasukan ini dikenal dengan nama Pasukan Tulungan yang terdiri dari sekitar 1500'an orang Minahasa, dengan pemimpin pasukannya Groot Mayoor Tololiu HW Dotulong. Pasukan inilah yang membuat Pangeran Diponegoro akhirnya “bersama” dengan Belanda pada tanggal 28 Maret 1830.

Seperti yg dikutip dari buku Jessy Wenas, 2007, Sejarah dan Kebudayaan Minahasa, hal. 51 :

"Tetapi sekarang Residen Belanda D.E.W.Pietermaat minta Minahasa untuk menolong Belanda untuk berperang di P. Jawa. Pasukan Minahasa yang disebut Tulungan (Tulung = tolong bantu), tapi lebih dikenal dengan Serdadu Manado, dibentuk setelah penandatanganan kontrak tanggal 23 Desember 1927. Minahasa diwaliki oleh Abraham Dotulong dan J. Kawilarang, dan sebagai saksi di pihak Belanda adalah Letnan A.Voges, dimana pihak Minahasa menyediakan 1421 personel. Pemimpin pasukan Minahasa adalah Mayoor Tololiu Herman Willem Dotulong (Sonder) usia 34 tahun. Ia dibantu tiga kapitein untuk setiap walak yang banyak serdadunya : Sonder-Tombasian, Kema-Kalabat, Langouwan, Tondano (Touliang-Toulimambot), Tomohon dan Saronsong. Mereka antara lain Benyamin Sigar (Langouwan), D. Rotinsulu (Tonsea), dan Polingkalim (Tondano). Setiap kapitein dibantu dua orang Letnan : dua letnan Tondano adalah H. Supit dan Alexander Wuisan, letnan Langouwan Jahanis Sangari, dan para pembantu letnan dari Tomohon adalah Mandagi, Palar, dan Mongula.”

”Mereka berangkat dengan kapal laut ke P.Jawa tanggal 29 Maret 1829 dan kembali ke Minahasa tahun berikutnya...”

(sumber tertulis: 1. Jessy Wenas, 2007, Sejarah dan Kebudayaan Minahasa. 2. catatan ekspedisi/perjalanan bode di www.bode-talumewo.blogspot.com )

------------------------------------------------------------------------------------------------------

BTW ada yang tahu berapa lama perjalanan dari Manado ke Jawa dengan kapal laut pada waktu itu? Trus kalo 50.000 Gulden dulu sama dengan berapa Rupiah sekarang?

------------------------------------------------------------------------------------------------------

Gambar dibawah ini hanyalah interpretasi dari saya pribadi. Mohon masukan, sanggahan, bantahan atau koreksi dari kawan-kawan.


Klik Gambar untuk memperbesar

Klik Gambar untuk memperbesar

Selasa, 06 Januari 2009

Mustika Kelapa


Mustika kelapa adalah buah kelapa yang membatu dan sangat sulit ditemukan. Harga pasaran mustika kelapa mulai dari jutaan hingga miliaran rupiah. Mustika kelapa juga termasuk dalam kategori pusaka/jimat/amulet bagi orang Minahasa. Nah, Sulawesi Utara terkenal dengan julukan "bumi nyiur melambai" karena banyak sekali pohon kelapa yang tumbuh disini dibandingkan dengan daerah lain di Indonesia.

Logikanya: peluang orang Minahasa untuk mendapatkan mustika kelapa tentu lebih besar karena mereka bertempat tinggal di daerah Sulawesi Utara. Ya nggak? Kali aja...

Pemikiran pendek: kalo dapa mustika kelapa yang banyak, langsung jual, kong berbagi akang tu doi for bangun Minahasa. Jangan lupa tampias....

Kalo nda dapa mustika kelapa, depe tombong jo hehehehe

Situs Sejarah: antara Permesta dan budaya Minahasa


Lia bae-bae itu Opa Sius Pantouw pe tattoo di tangan.